Halaman

Kamis, 29 November 2012

Overdue Remorse


Part 2

“Ee Seul? Ee Seul kenapa?” suara Yesung mulai panik.
“Badannya sangat panas Oppa, hidungnya juga berdarah,” jelas Na Eun dengan suara serak.
“Apa?” Yesung terkejut, dia dan Na Eun bergegas menuju kamar Ee Seul.
Sementara Itu, yeoja yang sedang berbaring di atas tempat tidurnya, sedang merasakan sesuatu yang tidak ia mengerti. Jantungnya bergedup kencang, aliran darahnya tak teratur, tenggorokannya tercekat, perutnya bergemulut, ia sulit bernapas, dadanya terasa sesak.
“Apa ini?” lirihnya sembari memukul dadanya pelan.

* * *

“Oh Dokter! Bagaimana keadaan Ee Seul?” cerocos Na Eun begitu dokter keluar dari kamar Ee Seul.
“Ee Seul hanya mengalami demam biasa. Apa Anda Ibu dari Ee Seul?” balas dokter kepada Na Eun.
“Tidak, Kenapa?” Na Eun terlihat bingung, begitupun dengan Yesung.
Ee Seul terus menggumam, “Eomma.”
“Kemana  Ibunya?” dokter itu merasa sesuatu yang tidak baik sedang terjadi, dia memperhatikan dengan saksama ekspresi Yesung dan Na Eun.
“Saya berharap dia dijaga Ibunya, dia seperti sangat merindukan Ibunya,” ujar dokter sebelum pamit pergi, Na Eun mengantar dokter itu sampai depan.
Sedangkan Yesung, berniat memastikan ucapan sang dokter, ia masuk kamar anaknya. Hatinya mencelos.
 “Eommaa…” gumam Ee Seul dengan mata terpejam. Matanya memanas. Ia kembali ke kamarnya, ia putuskan untuk memohon kepada Hyeo Min, meskipun ia yakin persentase ia berhasil hanya 10%.
“Hyeo Min,” panggil Yesung.
Hyeo Min yang sedang menyisir rambutnya berhenti sebentar, kemudian melanjutkan kegiatannya lagi.
“Ee Seul, dia terus memanggil Eomma dalam tidurnya.” lanjut Yesung dan lagi lagi Hyeo Min merasakan sesuatu yang aneh.
“Aku mohon jenguklah dia, sebentar saja,” ucap Yesung memelas. Hyeo Min terus bergeming.
“Hyeo Min aku mohon,” rintih Yesung.
“Aku sibuk,” balas yeoja itu datar.
Hyeo min hendak berjalan keluar kamar, Yesung menahan tangannya, sekonyong-konyong yeoja itu menghentakkan tangan Yesung, namun genggaman Yesung tak bergeser sedikitpun. Yesung turun dari kursi rodanya dan otomatis terduduk di lantai.
“Ku mohon, sekali ini saja, aku benar-benar mohon, Ee Seul sangat berarti bagiku, dia sangat penting bagiku, kumohon tolonglah, lihat dia agak sebentar, aku mohon Hyeo Min.”
Darah Hyeo Min berdesir, punggung kakinya ditetesi sesuatu yang tak lain adalah air mata Yesung.
“Jebal.. Jebal.. Jebal.. Jebal,,” isak Yesung.
Perasaan aneh lainnya melanda hati Hyeo Min, seolah jantungnya sangat sakit mendengar suara lirih itu.
“Jebal.. Jebal.. Kumohon,” ulang Yesung.
Air matanya semakin mengalir deras. Setiap tetesnya selalu melewati punggung kaki  Hyeo Min, karena namja itu sedang berlutut pada istrinya, dan setiap tetesan itu menimbulkan rasa sakit yang tak dimengerti Hyeo Min.
“Aku mohon,” ulang Yesung lagi, sembari menengadahkan kepala menatap Hyeo Min, kepala  yeoja itu mengangguk lemah tanpa dikehendakinya.
Yesung tersenyum lebar diiringi air mata
“Terima kasih,” tutur Yesung tulus.
Ia berusaha naik kembali ke atas kursi rodanya, namja itu terlihat agak kesulitan.
Hyeo Min meliriknya dengan sudut mata. Setiap ia akan mengangkat pantat, kursi roda itu bergeser ke belakang, tiga kali masih seperti itu. Ke empat kali Yesung merasakan sentuhan pada kedua lengannya, tangan lembut Hyeo Min menempal di sana, Yesung memandang yeoja itu tak percaya.
Hyeo Min tak menghiraukan tatapan Yesung, ia mengangkat tubuh namja itu, sesuatu yang aneh kembali merasuki hati Hyeo Min, perasaan seperti sebuah kenyamanan.
Apa ini? tanya nya dalam hati.
“Terima  kasih,” tutur Yesung, bibirnya tersenyum memesona, senyuman yang berisi perasaan haru dan senang, Hyeo Min tak menggubris, Yesung memimpin Hyeo Min menuju kamar Ee Seul.
“Eomma,” rintih gadis kecil itu dalam tidurnya.
Na Eun sedang membelai kepalanya lembut. Hyeo Min dan Yesung berjalan mendekati tempat tidur Ee Seul.
“Hyeo Min Eonni!” seru Na Eun terkejut. Di memandangi Yesung penuh tanda tanya. Yesung mengedikkan bahu dan tersenyum.
Na Eun beranjak dari duduknya, membiarkan Hyeo Min menduduki kursi kecil di samping tempat tidur Ee Seul, kursi yang merupakan kursi belajar bocah kecil itu. Hyeo Min hanya memandangi buah hatinya. Dia tak tau apa yang akan dilakukannya, perasaan yang ia rasakan ketika menyentuh Yesung tadi kembali mengisi hatinya. Hampir 2 menit berlalu dalam posisi itu. Ee Seul terbaring di atas tempat tidur, Hyeo Min memandanginya dengan Yesung dan Na Eun memperhatikan.
Biasanya hampir setiap 5 detik Ee Seul bergumam “Eomma”, sekarang sudah hampir 2 menit berlalu belum satupun gumaman “Eomma” yang keluar dari mulut mungilnya. Apa dia bisa merasakan kehadiran Eommanya disampingnya?
Perlahan mata sipit gadis kecil itu terbuka. Dia menatap sekelilingnya, pertama yang dilihatnya adalah wajah cantik nan kaku milik Eommanya, dia memejamkan dan membuka mata beberapa kali, benarkah ini Eomma batinnya.
Tanga mungilnya menjangkau tangan Hyeo Min, Hyeo Min terkejut, dia akan menepis tangan gadis itu, namun Na Eun menahannya.
“Jangan tepis tangannya,” pinta Na Eun.
Hyeo Min tak jadi menepis tangan mungil dan lembut itu. Hyeo Min dapat merasakan panas tangan Ee Seul.
“Eomma,” panggil gadis kecil itu lemah.
Hyeo Min tak menjawab.
Na Eun menggantikannya untuk menjawab
”Ne, Ee Seul sayang, Eomma Ee Seul di sini.”
“Ini benar-benar Eomma? Eomma di sini untuk Ee Seul? Eomma tidak membenci Ee Seul?” tanya gadis kecil itu, sekonyong-konyong Hyeo Min menyentakkan tangannya, Yesung dan Na Eun menatap Hyeo Min sedih.
“Kenapa Eomma?” lirih gadis kecil itu, Hyeo Min kembali dikuasai perasaan bencinya.
“Ya aku membencimu!” tegas Hyeo Min.
“Eonni!” bentak Na Eun.
“Kenapa Eomma?” air mata gadis kecil itu mulai menggenangi matanya.
“Karena kau terlalu mirip Appamu! Aku membenci Appamu! Karena dia orang yang paling kucintai mati!” tekan Hyeo Min.
“Eonni!” bentak Na Eun lagi.
Hati Yesung terasa begitu sakit mendengar pernyataan isterinya, air matanya sekonyong-konyong menggenangi mata sipit indahnya.
“Eonni!” bentak Na Eun sekali lagi.
“Kenapa? Kau juga! Bagaimana bisa kau bergaul dengan orang yang telah menyebabkan Hwang Eun Oppa meninggal? Hwang Eun Oppa kan Oppamu!” timpal Hyeo Min keras.
“Eonni, kau tak tau apa-apa! Oppa itu meninggal bukan karena Yesung Oppa! Justru Yesung Oppa….” Ucapan Na Eun terputus, Yesung mendahuluinya. ” Sudahlah Na Eun tak perlu berdebat lagi,” tenang Yesung.
“Tapi Oppa,”  bantah Na Eun.
“Tak ada gunanya Na Eun,” balas Yesung lembut.
Hyeo Min keluar dari kamar Ee Seul.
“Appa, Eomma membenci Ee Seul,” isak Ee Seul. “Maaf Chagi, karena Appa,  Eomma membenci Ee Seul,” sesal Yesung.
Na Eun mengusap-usap bahu  Yesung, bermaksud menenangkan namja itu.
“Tidak Appa,” balas Ee Seul sembari mencoba tersenyum kepada Appanya.

Seminggu sudah Ee Seul sakit, hari ini Yesung dan Na Eun bisa tersenyum tenang, karena gadis kecil nan imut itu telah sembuh. Seminggu sudah juga Yesung tak pernah bertemu Hyeo Min, semenjak Hyeo Min dengan terang-terangan mengatakan dia membenci Yesung, Yesung selalu menghindari bertemu Hyeo Min, bahkan dia tidur di kamar putrinya.
Sementara itu Hyeo Min merasakan perasaan aneh yang lainnya ketika ia tidur tak melihat sosok suaminya, ketika bangunpun tak ada Yesung disampingnya. Meskipun biasanya ia selalu memunggungi Yesung ketika tidur, tetap saja ia bisa merasa kehilangan suaminya. Sayang, yeoja itu tak mengerti perasaan apa yang dia rasakan. Andai saja ia bisa mengerti, tak akan ada penyesalan yang dalam suatu saat nanti.
“Ahjumma, Ee Seul juga mau disuapkan. Masa Appa saja. Appa kan sudah tua. Dia bisa sendiri, Ee Seul kan masih kecil” protes Ee Seul pada Na Eun.
Yesung dan Na Eun tertawa.
“Ya, Appa Ee Seul itu sudah tua, lihat saja kepalanya makin besar,” celetuk Na Eun, Ee Seul dan Na Eun tertawa. Yesung menggembungkan pipinya.
“Ini kelebihan tau,”  bangga Yesung.
Na Eun dan Ee Seul mencibir, kemudian mereka bertiga tertawa. Seperti keluarga kecil yang saling mencintai sehingga hidup mereka selalu dipenuhi tawa.
Seorang Yeoja sedang memperhatikan itu dari lantai dua. Perasaan aneh yang tak dia mengerti lagi-lagi dirasakannya. Dengan langkah berat ia menuruni tangga.
“Oh, Eomma!” panggil Ee Seul begitu melihat Eommanya melewati meja makan. Yeoja itu berhenti namun tak menghadap Ee Seul.
“Besok ulang tahun Eomma, kita rayakan bersama ya,” ucap Ee Seul. Hati Hyeo Min mencelos,
Dia ingat ulang tahunku, batinnya
“Aku sibuk,” balas Hyeo Min dingin.
“Tapi besok kan akhir pecan,” sanggah Ee Seul, Hyeo Min tak menggubris lagi, dia bergegas keluar rumah.
“Appa. Eomma tak mau merayakan ulang tahunnya bersama kita,” keluh Ee Seul.
“Ee Seul benar-benar ingin merayakan ulang tahun Eomma?” tanya Yesung, Ee Seul menangguk.
Selesai serapan, Yesung menghubungi Jae Hee, meminta tolong agar Jae Hee bisa membujuk Hyeo Min datang ke taman besok tanpa harus memberitahu bahwa Yesung dan Ee Seul akan datang.

* * *

“Apa Ee Seul sudah cantik Ahjumma?” tanya Ee Seul pada Na Eun.
Na Eun mengangguk. “Sangat cantik,” balas Na Eun sembari mencium kening Ee Seul. Entah kenapa sedari tadi dia tak ingin sekali melepas Ee Seul pergi ke taman, entah sudah berapa kali dia menciumi dan memeluk Ee Seul dan tak tau apa alasannya, hanya saja itu yang hatinya ingin lakukan.
“Ayo Ee Seul!” seru Yesung, Ee Seul berlari menuju mobil.
“Tunggu!” cegah Na Eun.
“Ada apa Na Eun?” tanya Yesung.
Dia sekonyong-konyong terkejut, yeoja itu memeluknya sangat erat.
“Kau kenapa Na Eun? Aneh sekali,” ucap Yesung terkikik geli.
Namun entah kenapa dia juga sangat ingin memeluk yeoja yang sudah ia anggap seperti yeodongsaengnya itu.
Entah sudah berapa lama, Na Eun tak kunjung melepas pelukannya pada Yesung, hingga Ee Seul ikut dalam acara pelukan mereka.
“Ayo Tuan, Nona!” seru Ahjussi memecah suasana yang tak bisa digambarkan. Na Eun melepas pelukannya, sekali lagi diciumnya Ee Seul.
“Ee Seul sayang Ahjumma, sangat, sangat!” ujar gadis itu.
Air mata Na Eun berlinang tanpa ia tahu sebabnya. Yesung mengacak rambut Na Eun sebelum masuk mobil.

***

Yesung dan Ee Seul sampai di taman. Setelah sekian lama menanti Hyeo Min, Hyeo Min tak kunjung datang. Ee Seul melihat tukang balon-balon di taman seberang. Dia ingin membeli balon-balon itu untuk Eommanya.
“Appa di sini saja, Ee Seul bisa sendiri,” ujar Ee Seul.
Yesung menurut, begitu mendapat balon-balon itu, Ee Seul melambaikannya pada Appanya dari taman seberang. Tiba-tiba Ee Seul menangkap sosok Ibunya, dia sedang menyeberang menuju taman tempat Yesung, namun posisinya di tengah jalan, dan dibelakangnya ada truk.
“Eomma…!!!/Hyeo Min….!” teriak Ee Seul dan Yesung serempak, keduanya sekonyong-konyong bergegas mencapai sisi Hyeo Min dan kemudian melemparnya ke samping, Yesung dan Ee Seul tak punya waktu lagi, truk itu terlalu dekat.
“Tidaaaaaaaaaaakkkk…!!!” teriak Hyeo Min, jantungya seolah berhenti berdetak, nadinya melemah, napasnya sesak.
Namun apalah daya truk itu terlanjur menghantam kuat Yesung dan Ee Seul dan sekonyong-konyong lari, Yesung tercampak dari kursi rodanya, kepalanya membentur keras pada aspal, Ee Seul terlambung dan terguling tepat di samping Yesung, Hyeo Min berlari dan berlutut diantara Yesung dan Ee Seul, air matanya bercucuran.
“Eomma/ Hyeo min,” gumam Ee Seul dan Yesung serentak.
“Kenapa kalian melakukan itu?”
“Kar-na-ka-mi-sa-yang-Eom-ma,” jawab Ee Seul tercekat.
“Ee Seul, Eomma minta maaf, benar-benar minta maaf, Eomma menyesal sayang, Eomma menyesal Nak, Eomma tak membenci Ee Seul, Eomma sayang Ee Seul.” Gadis kecil itu terbatuk, darah menyembur dari mulutnya dan mengenai wajah Hyeo Min.
“Yesung, maafkan aku, maaf. Maaf. Aku sadar aku tak membencimu. Aku mulai mencintaimu Yesung, aku mencintaimu, aku tak membencimu, kumohon bertahanlah, kumohon Yesung bertahanlah,  Eomma mohon Ee Seul bertahanlah,” isak Hyeo Min lagi.
“Tolong! Tolong! Tolong!” teriaknya parau.
Yesung dan Ee Seul menggenggam tangan Hyeo Min.
“Ka-mi-tak-punya-banyak-waktu, ja-ga-di-ri-mu,” kata Yesung.
Dia juga terbatuk darah.
“Aku tak bisa hidup tanpa kalian, Yesung kumohon, bertahanlah sayang, Ee Seul, Eomma mohon, bertahanlah Anakku!”
Yesung tersenyum pada Hyeo Min, ia menarik napas berat dan menghembuskan perlahan.
“TIDAK! Yesung!” teriak Hyeo Min.
Dia melirik Ee Seul, gadis itu melakukan hal yang sama dengan Appanya.
“Tidak! Tidak! TIDAK! Ee Seul jangan pergi!” teriak Hyeo Min lagi, ia terjatuh di samping suami dan putrinya.

* * *

Ternyata inilah arti perasaanku tadi, batin Na Eun sembari menciumi kening Ee Seul dan Yesung, kedua wajah itu terlihat sangat damai, seolah mereka pergi dalam senyuman.
Hyeo Min berjalan menuju peti persemayaman Yesung dan Ee Seul, dia mengecup kening Ee Seul lama.
“Maafkan Eomma chagi,” bisiknya di telinga Ee Seul.
Hyeo Min memandang wajah Yesung sedikit lama, lalu ditariknya namja yang terkujur kaku itu ke pelukannya.
“Maaf sayang, aku mencintaimu,” bisiknya di telinga Yesung sebelum mengecup kening Namja itu.

* * *

Epilog (Hyeo Min POV)

Aku terduduk lemah di atas tepat tidur putriku. Aku menyentuh dan menjalankan tanganku di sepanjang kasur yang ku ingat ditiduri Ee Seul ketika dia sakit, jantungku sekarat, nadiku melemah, napasku sangat sesak, rasa dingin menembus hatiku, tenggorokanku sangat tercekat. Air mataku tak berhenti mengalir. Inilah yang disebut terlambat menyesal, tak ada gunanya aku menyesal, tak ada yang bisa diperbaiki.
“Ee Seul, kenapa Ee Seul pergi begitu cepat? Kenapa Ee Seul pergi sebelum Eomma sempat membahagiakan Ee Seul? Kenapa Ee Seul meninggalkan Eomma? Tidakkah Ee Seul menyayangi Eomma? Eomma minta maaf sayang, selama ini Eomma hanya menyakiti hati Ee Seul, Eomma selalu jahat pada Ee Seul, maafkan Eomma sayang…”
Aku memeluk erat foto putriku, berharap bisa mengurangi rasa sakit di hatiku dan melepaskan sesak di dadaku.
“Eonni! Ini sudah terlalu larut, sebaiknya Eonni kembali ke kamar dan tidur.” Kepala Na Eun muncul di balik pintu.
Aku menurut, aku kembali ke kamar, tak lupa ku bawa foto putriku bersamaku.
Entah aku gila atau entah bagaimana, aku melihat Yesung sedang kesulitan pindah dari kursi rodanya ke tempat tidur.
“Yesung! Biar aku bantu!” seruku sembari mendekatinya, dia tersenyum padaku, namun saat aku mencapai sisi tempat tidur dia tak ada. Air mataku kembali turun, aku berbaring sembari meratap di kasur yang biasa ditiduri Yesung. Bau wangi shamponya menguak di bantalnya merasuki hidungku dan bertahan di hatiku.
Aku selalu mengira aku membencinya tanpa menghiraukan hatiku yang sesungguhnya, perasaan yang nyaman ketika dia tidur disampingku meskipun aku selalu memunggunginya, perasaan yang sakit ketika melihat butir-butir air mata menuruni pipinya karena tingkahku, perasaan kosong ketika kulihat dia tak tidur di sampingku.
“Eonni!” panggil Na Eun, tangannya menyentuh bahuku.
“Ini,” ujarnya sembari menyerahkan segulung kertas, 2 kotak kado dan balon-balon yang terus digenggam Ee Seul sampai dia menghembuskan napas terakhir. Aku duduk dan menerimanya. Na Eun beranjak keluar kamar.
“Na Eun,” panggilku tiba-tiba.
“Ya?” sahut Na Eun sembari berbalik menghadapku.
“Apa yang selalu ingin kau beritahu kepadaku?” tanyaku lemah.
Na Eun duduk di sampingku.
“Yang sudah berlalu biarkan saja berlalu Eonni,” ucapnya.
Aku menggeleng
“Beritahu aku Na Eun!” pintaku
Na Eun menghelas napas dalam dan kemudian mulia bercerita.
“Kau selalu menganggap Yesung Oppa lah yang menyebabkan kematian Hwang Eun Oppa. Itu tak benar Eonni, memang benar kau dan Hwang Eun Oppa kecelakaan karena seseorang yang menyeberang dengan tiba-tiba dan kau mengira itu Yesung Oppa, padahal bukan. Ketika kau dan Hwang Eun Oppa lari dari pernikahanmu dengan Yesung Oppa, memang benar Yesung Oppa mengejar kalian, namun bukan dia yang menyeberang sehingga menyebabkan Hwang Eun Oppa hilang kendali hingga menabrak tiang baliho. Orang itu langsung kabur begitu kalian menabrak tiang itu, nah disaat kalian pingsan Yesung Oppa datang dan membawamu keluar mobil, begitu kau sudah berada di tepian jalan, dia kembali untuk menyelamatkan Hwang Eun Oppa. Meskipun dia tau Hwang Eun Oppa membawa kabur calon istrinya tapi dia tetap mau menyelamatkan Hwang Eun Oppa. Padahal saat itu dia juga belum tau Hwang Eun Oppa adalah Oppaku. Tapi sayang belum sempat dia mencapai mobil Hwang Eun Oppa, dia keburu ditabrak truk, karena kepanikannya ia tak melihat mobil sebelum menyeberang, kakinya terbentuk keras ke sanding trotoar, karena itulah dia lumpuh. Orang beranggapan Yesung Oppa yang menyebabkan kecelakaan kalian, padahal dia sama sekali tak bersalah, dialah korban sesungguhnya dalam peristiwa itu. Dia kecelakaan karena menolong kalian, namun dialah yang disalahkan, karena itulah aku sangat marah ketika mendengarmu menyebut Yesung Oppa sebagai penyebab kematian Hwang Eun Oppa.”
Kali ini aku tak melebih-lebihkan, bukan berarti dari tadi semua berlebihan, tapi sungguh jantungku berhenti berdetak, nadiku benar-benar melemah, napasku sesak, dadaku tercekat, pandanganku menggelap, aku memukul-mukul dadaku pelan sembari meratap. Sakit, menyesal, entahlah aku tak mengerti perasaan apa saja itu. Na Eun Memelukku.
Yesung, orang yang seharusnya kusayangi, kujaga dan kurawat dengan baik malah kusia-siakan, kuabaikan, kubiarkan menderita. Dia lumpuh karena aku, tapi tak sedikitpun usaha yang kuberikan untuk menolongnya, aku hanya membuang muka ketika melihatnya ngesot dari lantai satu hingga kamar, aku hanya berpura-pura tak tau ketika melihatnya jatuh berkali-kali saat mencoba naik ke tempat tidur, aku hanya bergeming melihatnya tergelincir saat mencoba naik ke atas kursi roda, aku mengabaikannya, mengacuhkannya, menghiraukannya sesuka hati.
Ya Tuhan aku sungguh sangat menyesal.
“Sudahlah Eonni, jangan menyesalinya lagi, Oppa sudah tenang di alam sana,” hibur Na Eun.
“Dia pasti sangat membenciku Na Eun,” isakku.
“Tidak, dia tak pernah membencimu. Justru dia sangat mencintaimu. Aku selalu menyuruhnya bercerai denganmu tapi dia tak mau, dia berkata dia sangat mencintaimu.” Ucapan Na Eun yang ini tambah memperdalam rasa penyesalanku.
Dia begitu tulus mencintaiku dari dulu hingga akhir hidupnya, namun apa balasanku? Aku selalu melukainya, menyakiti hatinya. Bagaimana mungkin ada orang sebaik dia? Ya Tuhan kenapa aku menyia-nyiakannya?!
Rasa sakit di hatiku bertambah dalam saat membaca surat dari putriku. Surat yang berisi gambarnya, aku dan Yesung saling bergandengan tangan dan tersenyum. Tulisannya hanya satu kata.
“Ee Seul sayang Eomma dan Appa…”
Namun mampu membuatku hampir gila karena penyesalan.

Satu tahun kemudian
“Eonni! Selamat ulang tahun!” sorak Na Eun. Ini tepat satu tahun setelah kematian Yesung dan Ee Seul.
“Aku benci mendengar itu,” balasku, aku sudah memutuskan untuk tak akan merayakan ulang tahunku lagi, karena ulang tahunku suami dan putriku meninggal, air matiku kembali turun. Na Eun memelukku sembari menepuk pelan punggungku.
**************************************************************
END

          Bagaimana? RCL please… :(

Overdue Remorse


Annyeong.. Ini ff pertamaku yang dipos disini, aku harap kalian suka. Kalau gaje dimaklumi ya.

Part 1

“Eomma!” sorak seorang gadis kecil cantik yang berbalut gaun putih anggun. Yeoja yang dipanggil Eomma oleh gadis kecil itu tak menghiraukan, dia terus berjalan menjauhi rumah. Gadis kecil itu menangis, karena yeoja yang dia sebut Eomma semakin jauh.
“Ee Seul ..” panggil seorang namja tampan yang menarik kursi rodanya mendekati  gadis kecil yang ia sebut Ee Seul. “Appa, Eomma tak mau merayakan ulang tahun Ee Seul Appa,” isak Ee Seul, air matanya berderai jatuh dari sudut-sudut mata sipit kecilnya nan indah. Namja itu mengusap air mata putrinya, hatinya perih setiap kali malaikat kecilnya itu menangis karena isterinya yang tak lain adalah ibu kandung Ee Seul.
Ia sakit karena tak ada apa pun yang bisa ia lakukan untuk putrinya. “Jangan menangis sayang, Eomma sangat ingin merayakan ulang tahun Ee Seul tapi Eomma sangat sibuk sayang. Ee Seul anak yang baik kan?” ucap namja itu berusaha menenangkan putrinya. Ee Seul mengangguk, “Ee Seul tak boleh menangis. Ee seul harus mengerti Eomma, mengerti?” namja itu tersenyum pada malaikat hatinya. Ee Seul kembali mengangguk dengan air mata yang terus berurai. Namja itu memeluk putrinya. Air matanya ikut mengalir, maafkan Appa sayang, Appa tak bisa berbuat apapun, batin namja itu.
“Nah, sekarang saatnya berpesta. Ayo Ee Seul sayang, kita rayakan ulang tahun putri Appa yang paling cantik sedunia,” ujar namja itu semangat sembari menarik kursi rodanya berbalik memasuki rumah lagi. “Ayo Chagi,” ajaknya pada putrinya. Ee Seul mengangguk, “Apa Appa kesulitan?” tanyanya sebelum berjalan menuju rumah. “Tidak sayang, Appa  sudah terbiasa” jawab namja itu sembari tersenyum.
“Ee Seul! Apa yang Ee Seul lakukan? Appa bisa sendiri sayang” ucap namja itu panik karena Ee Seul mendorong kursi roda untuknya, “Ee Seul sayang Appa,” tutur gadis kecil itu sembari mencium pipi Appanya lalu melanjutkan mendorong kursi roda Appanya ke dalam rumah, namja itu tersenyum lebar.

“SAENGIL CUKKAHAMNIDA SAENGIL CUKKAHAMNIDA SARANGHANEUN EE SEULIE SAENGIL CUKKAHAMNIDA”

Seorang Ahjumma yang merupakan pelayan rumah itu dan seorang Ahjussi, sopir keluarga Kim, tersenyum pada Ee Seul. Ahjumma itu memegang sebuah kue ulang tahun sederhana namun cantik, lengkap dengan lilin berangka 6.
“Ayo Ee Seul, tiup lilinnya” suruh Appanya. Ee Seul tersenyum dan mengangguk. “Nona Ee Seul buat permohonan dulu,” tuntun Ahjumma. Ee Seul mengangguk lagi. Gadis kecil itu memejamkan matanya.
“Ya Tuhan. Ee Seul sayang Eomma. Ee Seul ingin bersama  Eomma. Ee Seul ingin merayakan ulang tahun bersama Eomma. Seperti teman-teman Ee Seul. Ee Seul ingin meniup lilin bersama Eomma dan Appa. Ee Seul belum pernah merayakan ulang tahun bersama Eomma. Ya Tuhan apa Eomma membenci Ee Seul? Ee Seul ingin mendapat kasih sayang Eomma, Ee Seul ingin diantar ke sekolah oleh Eomma, Ee Seul ingin pergi ke karnaval bersama Eomma, Ee Seul ingin tidur bersama Eomma, Ee Seul ingin dibacakan cerita oleh Eomma, Ee Seul ingin disuapi Eomma. Ee Seul ingin dipeluk Eomma, Ee Seul ingin digendong Eomma, Ee Seul sayang Eomma. Ya Tuhan ampuni Ee Seul jika Ee Seul sering membuat Appa menangis, Ee Seul sayang Appa, Ee Seul tak ingin Appa sering menangis, buatlah Appa selalu bahagia ya Tuhan,”  panjat gadis kecil itu polos.
Ahjumma, Ahjussi dan Appanya menatap Ee Seul dengan mata basah. “Nah sekarang tiup lilinnya Ee Seul,” tuntun namja bermata sipit, Ee Seul menangguk kepada  Appanya, “Tapi Ee Seul mau bersama Appa,” ucap Ee Seul. “Ayo Tuan Yesung” Ahjumma itu menyodorkan kue ke depan Ee Seul dan Appanya, Yesung.
Huuuufff……!!!
Lilin itu redup dalam sekejap. “Selamat ulang tahun sayang,” ucap Yesung pada putrinya seraya mengacak rambut Ee Seul. “Terima kasih Appa,” balas Ee Seul. Bibirnya mengecup bibir Appanya. Ahjumma, Ahjussi dan Yesung terkekeh, Ee Seul merona.


* * *


Ting…Tong…Ting…Tong …
Ahjumma bergegas membukakan pintu. Beberapa saat kemudian dia kembali dengan seorang yeoja anggun, tinggi dan berparas layaknya bidadari. “Na Eun!” seru Yesung terkejut melihat yeoya cantik itu. “Oppa!” pekiknya seraya berlari memeluk Yesung.
“Ahjumma siapa?” tanya Ee Seul bingung, karena ia tak pernah bertemu Na Eun sebelumnya, seingatnya, padahal saat Ee Seul berumur 2 tahun, mereka sering bermain bersama, saat itu Na Eun masih di Seoul. Beberapa tahun terakhir ini Na Eun sibuk dengan studinya di Amerika.
“Annyeong Ee Seul, nama Ahjumma Lee Na Eun. Ee Seul Pasti tak ingat Ahjumma. Ahjumma teman Appa Ee Seul, dulu kita sering bermain bersama, “ sapa Na Eun ramah. “Salam kenal Ahjumma,“ sapa Ee Seul balik. “Whoa Oppa kau mengajarnya dengan baik,“ puji Na Eun, dia mencubit kedua pipi chubby Ee Seul. Ee Seul tertawa.
Ee Seul dengan mudah bisa menyesuaikan diri dengan Na Eun.

* * *

“Bagaimana sikap Eonni terhadapmu Oppa?” tanya Na Eun begitu ia berhasil menidurkan si bocah kecil Ee Seul, gadis kecil itu meminta Na Eun membacakan cerita sebelum tidur.
“Masih seperti dulu, masih dingin malah makin dingin,” jawab Yesung lemas.
“Bagaimana dengan Ee Seul?” tanya Na Eun penasaran.
“Dia bahkan tidak pernah menyentuh Ee Seul,” lirih Yesung
Na Eun sekonyong-konyong membelalakkan mata, “apa? Apa di gila?”  tiba-tiba saja emosi menggerogoti hati Na Eun.
Yesung mengedikkan bahu, “itulah kenyataannya Na Eun, ah, kau lihat sorot mata Ee Seul? Tak cerah, dia selalu menangis setiap kali melihat teman-temannya diantar dan dijemput oleh ibu mereka, ketika menonton pun dia juga sering menangis, mendengar cerita dia sering menangis. Dia selalu bertanya kenapa Eommanya membenci dia. Aku merasa bersalah pada Ee Seul. Sebagai Appanya tak ada yang bisa kuperbuat untuk putriku. Aku hanya bisa ikut menangis ketika dia menangis. Aku selalu mencemaskan pertumbuhan Ee Seul. Anak seumur Ee Seul terlalu kecil untuk menanggung beban perasaan itu. Aku tak masalah jika dia membenciku asalkan dia menyayangi Ee Seul, bagaimanapun Ee Seul adalah anak kandungnya.“ Yesung menghela nafas panjang.
“Hyeo Min lah yang mengandung dan melahirkan Ee Seul. Bagaimana bisa dia bersikap begitu pada darah dagingnya?!” tukas Na Eun marah, ia rasanya ingin sekali mengata-ngatai Hyeo Min, isteri Yesung, ibu kandung Ee Seul.
“Aku  tak tau Na Eun, setiap hari aku selalu mencoba untuk membuatnya sedikit memperhatikan Ee Seul. Namun dia hanya menganggapku seperti angin lalu,“ ucap Yesung sedih, air matanya kembali berlinang. Na Eun memeluk Yesung, tangannya mengelus punggung sahabatnya itu. “Sabar Oppa, waktu pasti akan menjawab semuanya, kau pasti bisa bertahan,”  hibur Na Eun.
Sementara itu seorang yeoja cantik namun terkesan kaku sedang mengintip dari belakang lemari. Sesuatu yang aneh berdesir di hatinya. Baik mendengar percakapan Yesung dan Na Eun maupun melihat adegan pelukan mereka.
Hyeo Min keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan ke lantai atas, ke kamarnya tepatnya. Yesung dan Na Eun yang sedang berada di ruang tengah melihatnya, “oh kau sudah pulang,” sapa Yesung, Hyeo Min mengangguk kemudian melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Na Eun mengatupkan erat giginya, kedua tangannya mengepal, yeoja itu sedang berusaha menahan emosi, rasanya ingin sekali dia menampar Hyeo Min.
“Bagiamana kau naik ke atas Oppa?” tanya Na Eun berusaha mengalihkan emosinya. “Terkadang Park Ahjussi membantuku dan terkadang Lee Ahjumma. Kalau mereka belum tidur,” jawab Yesung santai. “Bagaimana kalau mereka sudah tidur?” Na Eun sudah menebak jawaban Yesung.
“Kutinggalkan kursi roda di bawah dan aku ngesot ke atas,” jawab Yesung sembari terkekeh, hati Na Eun miris mendengar cerita Yesung. “Apa gunanya Hyeo Min? Sial!“ geram Na Eun. “Dia juga butuh istirahat. Dia bekerja seharian Na Eun.” Yesung membela isterinya itu. ” Hah! Tetap saja brengsek! Apa dia benar-benar tak punya hati! Kau begini juga karena dia! Rasanya ingin ku cabik-cabik wajahnya itu!” geram Na Eun. Air matanya menetes seiring dengan menaiknya emosinya. “Jangan menyebut itu lagi Na Eun!” tegas Yesung. “Tidak! Aku akan memberitahunya! Agar dia bisa tau diri!” gertak Na Eun. “Na Eun jangan lakukan itu, kumohon,” lirih Yesung, Na Eun pun tak tega mendengar suara lirih namja yang sudah ia anggap seperti Oppanya sendiri.

Na Eun kembali memeluk Yesung. “Maaf tadi aku menyuruhmu bertahan, kuharap kau segera berhenti Oppa,“ isaknya di bahu Yesung. Yesung menepuk-nepuk bahu yeoja itu pelan. “Aku tak bisa Na Eun, aku terlalu mencintainya,” balas Yesung dalam.

* * *

“Eomma! Eomma tak serapan?” tanya Ee Seul begitu melihat Eommanya bergegas keluar rumah. Hyeo Min serapan bersama Yesung dan Ee Seul! Itu hal yang paling jarang dilakukan Hyeo Min, bahkan bisa disebut tak pernah. Hyeo Min menggeleng sekali kemudian bergegas keluar rumah.
Ee Seul menatap nanar makanannya, seleranya kembali hilang. Air matanya pun kembali berlinang. Yesung hanya menatap sedih putrinya.
“Ee Seul!” sorak seseorang, Ee Seul mengalihkan mata ke arah pintu.
“Na Eun Ahjumma!” pekik Ee Seul sembari berlari ke pelukan Na Eun.
“Ahjumma datang?” tanyanya polos. Sudah jelas Na Eun ada dihadapannya ia masih bertanya Na Eun datang, gadis kecil nan polos. “Ya Ahjumma kan sudah janji akan mengantar Ee Seul ke sekolah,” balas Na Eun seraya merapikan jepitan rambut Ee Seul. “Benarkah? Ahjumma akan benar-benar mengantar Ee Seul?” tanyanya semangat. Na Eun mengangguk sembari tersenyum. “Asyik,” sorak Ee Seul bahagia.
Yesung tersenyum melihat putri kecilnya tersenyum. Terima kasih Na Eun, tuturnya dalam hati.

* * *

“Nah, Ee Seul, sekarang masuklah, ibu gurunya sudah menanti Ee Seul,” ucap Na Eun Sembari merapikan seragam Ee Seul. “Ok, Ahjumma akan menjemput Ee Seul nanti kan?” pasti gadis kecil itu, Na Eun mengangguk, bibirnya membentuk senyuman. “Bersama Appa ya?” pinta Ee Seul.
“Mm… Mengerti tuan putri,” celetuk Na Eun. Nah, masuklah sekarang,” suruh Na Eun. Ee Seul mengangguk, dia melambaikan tangan pada Na Eun.

* * *

“Appa! Ahjumma!” seru Ee Seul sembari melambai pada sepasang namja dan yeoja yang duduk di bangku taman Seoul Choa Yuchiwon,
“Bagaimana sekolahnya sayang?” tanya Yesung, tangannya merapikan poni Ee Seul. ”Tadi Ee Seul dapat nilai paling tinggi dalam menyanyi,” bangganya.
“Aigoo anak Appa pintar bernyanyi ya,” puji Yesung. “Huaa.. Ee Seul benar-benar menurunimu Oppa. Tak hanya wajahnya yang mirip kau. Sifat dan keahliannya juga sama denganmu,” ujar Na Eun. Yesung tersenyum kemudian mengacak rambut putrinya dengan sayang.
“Ah Appa Ahjumma!” panggil Ee Seul. “Ya?” balas Yesung dan Na Eun serempak. Ee Seul tiba-tiba cemberut. “Ada apa sayang?” tanya Yesung cemas. “Ehm.. ibu guru memberi PR membuat cerita liburan bersama orangtua,” ujar Ee Seul, Yesung mengerti apa masalah putrinya, sekalipun belum pernah Ee Seul pergi berlibur dengan orangtuanya. Karena mengingat kondisi Yesung yang tidak bisa berjalan dan Hyeo Min yang tak mempedulikan putrinya.
Na Eun sekonyong-konyong mengerti dengan masalah Ee Seul. “Ah.. Ayo kita pergi jalan-jalan,“ ajak Na Eun. Raut wajah Ee Seul sekonyong-konyong berubah cerah, “benarkah?” pasti gadis kecil itu, Na  Eun mengangguk-angguk. “Bagaimana Appa?” tanya Ee Seul pada Yesung. Matanya menatap Yesung penuh harap. Yesung mengangguk, “ Yeee……” soraknya.
Mereka beranjak meninggalkan TK. Na Eun mendorong kursi roda Yesung. “Maaf menyusahkanmu,” ujar Yesung. “Tidak, kau tak menyusahkanku kepala besar,” celetuk Na Eun. “Yak! Jangan menyebutku kepala besar lagi!” protes Yesung, Na Eun terkekeh.

* * *


Semakin hari Ee Seul semakin dekat dengan Na Eun. Na Eun sangat berarti bagi Ee Seul, seperti Eomma pengganti baginya. Begitu pun dengan Na Eun, dia sangat menyayangi Ee Seul, seolah gadis kecil itu adalah anak kandungnya.
Ee Seul tidak pernah lagi menangis di depan Na Eun dan Appanya. Na Eun dan Yesung beranggapan Ee Seul mulai melupakan sikap Eommanya padanya, namun tak begitu pada kenyataannya, ketika sedang seorang diri, Ee Seul sering menangis sembari memohon kepada Tuhan agar Eommanya bisa menyayanginya seperti Na Eun menyayanginya.
Namun sepertinya Tuhan belum menjawab doa gadis kecil itu. Hyeo Min masih acuh terhadap Ee Seul. Bahkan ketika gadis kecil itu berada di sampingnya, Yeoja itu tetap menganggap Ee Seul angin lalu.
“Eomma! Eomma mau kemana? Sekarang kan hari Minggu?“ tanya Ee Seul begitu melihat Hyeo Min berpakaian rapi dan berjalan menuju pintu. Hyeo Min menggeleng dan sekonyong-konyong keluar rumah. Ee Seul hanya tersenyum kecut memandangi punggung Eommanya yang semakin menjauh.
Hari ini Ee Seul akan pergi jalan-jalan bersama Na Eun dan Yesung. Begitu Yesung dan Ee Seul pergi dari rumah, Hyeo Min kembali ke rumah bersama teman-temannya.
“Huah kau benar-benar beruntung Hyeo Min. Suamimu tampan dan kaya, putrimu juga sangat cantik. Hidupmu pasti sangat sempurna,” ujar seorang yeoja berambut kecoklatan sebahu takjub.
“Sempurna? Tidak sama sekali. Apa gunanya tampan? Dia hanya menyusahkan dan menimbulkan malu, lumpuh! Tak bisa apa-apa. Apa kalian mau berjalan-jalan dengan orang lumpuh?” timpal Hyeo Min sembari tertawa. Teman-temannya ikut tertawa.
Hyeo Min berbicara seenaknya tanpa sadar seseorang yang tak sengaja mendengar telah tersakiti.
Hati Yesung serasa diiris-iris pisau belati, jantungnya terasa sakit, nadinya melemah, darahnya mengalir tak sempurna, sesuatu terasa sangat sesak di dadanya saat mendengar ucapan Hyeo Min. kerongkongannya terasa tercekat. Pandangannya mengabur karena sesuatu yang bening sedang menggenangi matanya.
(* Uljimayo Oppa, kalau dia tak menginginkanmu, dengan ku saja Oppa, aku akan merawat, menjaga, dan mencintaimu dengan sepenuh hati. :D)
“Appa!” seruan Ee Seul menyentakkan kesadaran Yesung. Diusapnya matanya sebelum berbalik menghadap putrinya. “ Ya,” sahut Yesung, suaranya terdengar serak. “Kenapa Appa lama sekali?” gerutu Ee Seul. “Maaf sayang,” tuturnya berusaha tersenyum pada putrinya.

* * *

“Oppa baik-baik saja?” tanya Na Eun. Semenjak tadi dia memperhatikan raut muka Yesung, dia berbeda dari biasanya. Yesung mengangguk, matanya memperhatikan Ee Seul yang sedang bermain buaian. Namun pikirannya tak berada di sana.
“Na Eun!” panggil Yesung tiba-tiba. “Hhmmm?” sahut Na Eun seraya memutar badannya menghadap Yesung. “Apa kau tak malu jalan denganku?” tanya Yesung berpura-pura santai. “Apa yang kau bicarakan! Aku tak pernah malu, kenapa aku harus malu?” jawab Na Eun terkejut. “Aku kan lumpuh. Apa kau tak malu mendorong-dorong kursi rodaku?” balas Yesung sembari tersenyum palsu. ”Bicara apa kau Oppa! Kenapa aku harus malu? Sedikitpun tak pernah terbesit di hatiku!” tegas Na Eun sedikit meninggi.
“Kau tak perlu memaksakan diri, jika kau malu jalan denganku katakan saja, aku tak akan marah, aku sadar aku berbeda denganmu,” timpal Yesung miris. “Berhentilah bicara!” bentak Na Eun, matanya memanas mendengar ucapan Yesung. “Kenapa? Aku hanya ingin kau jujur,” balas Yesung meninggi, matanya semakin merah menahan air mata.
Na Eun sekonyong-konyong melingkarkan tangannya di leher Yesung, tanpa komando lagi air mata Yesung turun dengan sendirinya. Na Eun merasakan sesuatu menetesi bahunya. “Kenapa Oppa? Kenapa tiba-tiba kau berbicara begitu?” tanya Na Eun lirih. “Tidak, tidak ada apa-apa,” suara Yesung terdengar serak. “Jangan pernah berbicara itu lagi! Aku sedih mendengarnya, kau tak perlu malu Oppa, aku tak pernah malu jalan bersamamu,” ucap Na Eun tulus dan jujur. “Terima kasih Na Eun,” tutur Yesung.
“Appa tak boleh sedih, Ee Seul juga tak malu jalan dengan Appa. Ee Seul malah bangga jalan dengan Appa,” Ee Seul menyela, matanya basah, “sayang,” lirih Na Eun takjub. “Terima kasih Nak,” tutur Yesung sembari tersenyum.

* * *

“Eomma! Eomma mau kemana?” tanya Ee Seul. Digenggamnya telapak tangan kiri Hyeo Min, sekonyong-konyong Hyeo Min menyentakkan tangan Ee Seul dan bergegas meninggalkan rumah tanpa melirik gadis kecil itu barang sedikitpun.
Entah apa yang dipikirkan bocah polos itu, dia mengejar Eommanya sembari memanggil-manggil “Eomma”  Hyeo Min bukannya tersentuh, ia malah berjalan lebih cepat. Setelah hampir 10 menit mereka berkejaran, Hyeo Min menyetop taksi, dan taksi itu langsung melaju kencang. Ee Seul berlari mengejar taksi itu, sampai kakinya tak kuat lagi berlari dan ia terjatuh. Lututnya sobek, gadis kecil itu merengek sembari memanggil Eomma.

* * *

“Ee Seul!” seru Na Eun, ia mengelilingi rumah dan pekarangan. Namun gadis kecil itu tak ada. “Ee Seul kau dimana?” seru Yesung frustasi. Sudah hampir satu jam mereka mencari Ee Seul, namun Ee Seul tak ada.
“Ada apa Tuan?”  Tanya Lee Ahjumma.
“Ee Seul tak ada di rumah. Apa Ahjumma melihatnya?”  balas Na Eun.
“Ah, tadi saya melihat dia mengikuti Nyonya Hyeo Min,” jawab Ahjumma.
“Apa? Hyeo Min? Bagaimana bisa?” timpal Yesung cemas.
“Perasaanku tidak enak Oppa,” gumam Na Eun.

* * *
Jam berdenting menunjukkan pukul 19.00 KST. Baik Ee Seul maupun Hyeo Min belum pulang, Na Eun dan Yesung tak bisa tenang sedari tadi pagi.
“Oh Oppa, kemana Ee Seul?” gumam Na Eun tak tenang .
“Aku tak tau Na Eun.” Suaranya menjelaskan betapa ia sedang cemas.
Pintu berderik terbuka dan tertutup, Yesung dan Na Eun bergegas mendekati pintu. Hanya Hyeo Min, tak ada Ee Seul. Hati Yesung dan Na Eun mencelos.
“Kau tak bersama Ee Seul?” tanya Yesung dengan suara tercekat. Hyeo Min menggeleng acuh.
“Lalu kemana Ee Seul?” tanya Yesung
Raut muka Hyeo Min sedikit berubah, tak satupun yang merasakan perubahan ekspresinya, sesuatu yang aneh kembali berdesir di hatinya.
“Mana ku tau!” tukas Hyeo Min acuh.
Jantung Yesung berdegup kencang, hatinya mencelos, perutnya mengejan, nadinya melemah.
Hyeo Min berjalan meninggalkan Na Eun dan Yesung. Tiba-tiba …
“Yak!” teriak Na Eun.
Hyeo Min Membalikan badan.
“Ibu macam apa kau? Kau sama sekali tak cemas dengan anakmu!” teriak Na Eun.
Yesung menggenggam tangan Na Eun erat.
“Sudahlah Na Eun,” tenang Yesung.
“Diamlah Oppa! Dia harus disadarkan! Suatu saat dia bisa menyesal karena perbuatannya sendiri! Aku hanya membantunya,” kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Na Eun. Itu pasti, setiap hal yang dilakukan pasti ada penyesalannya.
Sementara Yesung dan Na Eun berdebat Hyeo Min bergegas menuju kamarnya.
Ting… Tong… Ting… Tong…
Na Eun bergegas membuka pintu, hatinya sangat berharap itu adalah Ee Seul. Hati Na Eun maupun hati Yesung mencelos begitu melihat tamu mereka.
“Ee Seul!” pekik Na Eun sekonyong-konyong mengambil Ee Seul dari gendongan seorang yeoja yang mengantar Ee Seul.
Mata gadis kecil itu terpejam rapat, bibirnya pucat pasi, tubuhnya sangat dingin dan basah kuyup.
Aku seperti mengenal yeoja ini, batin Yesung.
“Benarkah dia anak Hyeo Min?” tanya yeoja itu.
“Ya. Dimana Anda menemukannya? Terima kasih telah mengantarkannya ke sini,” jawab Na Eun.
“Saya menemukan dia pingsan di jalan X, saya melihat wajahnya sangat mirip suami Hyeo Min, saya pikir dia anak Hyeo Min, dan ternyata memang benar,” cerocos yeoja berambut kecoklatan itu.
“Terima kasih banyak, tapi Anda siapanya Hyeo Min?” tanya Yesung.
“Ah saya teman Hyeo Min,” jawab yeoja itu sembari tersenyum.
Ah.. Pantas saja aku seperti pernah melihat wajahnya, batin Yesung.
Yeoja itu adalah yeoja yang dilihat Yesung berbicara dengan Hyeo Min beberapa hari yang lalu.
Yesung mengundang yeoja itu untuk masuk karena di luar hujan turun bergemuruh, karena penasaran dengan pertanyaan yang terus menggerogoti pikirannya, yeoja yang ternyata bernama  Jae Hee itu menanyakan dengan hati-hati bagaimana hubungan Yesung dengan Hyeo Min.

* * *

Begitu Ee Seul sadar, Yesung kembali ke kamarnya, Ee Seul meminta Na Eun menemaninya, terpaksalah Na Eun tak pulang malam ini. Sesampai di kamar Yesung mendapati Hyeo Min masih terjaga dan sedang sibuk dengan laptopnya.
“Ee Seul sudah pulang,” gumam Yesung sembari menatap Hyeo Min yang sedang duduk di atas kasur, matanya berfokus pada laptop, namun pikirannya tidak, “uh,” tanggap Hyeo  Min acuh. “Jae Hee yang menemukannya di jalan X sedang pingsan, aku heran bagaimana dia bisa sampai di sana, aku selalu melarangnya lewat jalan itu, karena disana sangat lengang,” lanjut  Yesung.
“Jae Hee?” tanya Hyeo Min datar.
“Cho Jae Hee, temanmu,” jawab Yesung. Hyeo Min tak membalas lagi.
Tak mau putus asa, Yesung membuka mulut lagi. “Ehm.. Ahjumma bilang tadi Ee Seul mengikutimu,” ujar Yesung hati-hati.
“Uhh,” timpal Hyeo Min tak jelas.
“Jadi benar? Apa kau ehm tau Ee Seul mengikutimu?” balas Yesung pelan.
“Uhh,” lagi-lagi Hyeo Min bergumam tak jelas. Namun Yesung mengerti.
Namja yang sedang duduk di atas kursi roda itu menghela napas dalam sembari mengurut dada. “Lalu kau meninggalkannya di jalan tak berorang begitu? Hyeo Min! kenapa kau begitu tak peduli terhadap Ee Seul? Kau membencinya? Tapi kenapa? Karena aku kah?” suara Yesung terdengar begitu terluka, sesuatu yang aneh bergemulut di perut Hyeo Min.
“Aku mohon Hyeo Min kau boleh membenciku sampai kapanpun, bahkan sampai di kehidupan selanjutnya tak apa, aku benar-benar rela. Tapi kumohon jangan mengacuhkan Ee Seul. Ee Seul juga butuh kasih sayangmu, dia sangat butuh kasih sayang seorang ibu, dia masih terlalu kecil, aku tak mau pertumbuhannya tak sempurna karena perasaannya, A….” ucapan Yesung terputus, Hyeo Min menutup laptopnya lalu membaringkan tubuh dan memunggungi Yesung.
Yesung menghela nafas, “aku percaya dengan hatimu,” ucap Yesung untuk terakhir kalinya, ia berusaha berpindah dari kursi roda ke kasur.

* * *

“Oppa! Oppa! Oppa!” seru Na Eun sembari mengetuk-ngetuk pintu kamar Yesung. Yesung dan Hyeo Min sekonyong-konyong terbangun, Yesung mengucek-ngucek matanya.
“Oppa!” suara Na Eun terdengar panik, Yesung bergegas menaiki kursi rodanya dan membuka pintu.
“Ada apa Na Eun?” tanya Yesung mulai cemas.
“Ee Seul, Oppa. Ee Seul,” isaknya. Mata yeoja itu basah, keningnya berkeringat.
Hati Yesung mencelos.
********************************************************************