Part 2
“Ee Seul? Ee Seul kenapa?” suara Yesung mulai
panik.
“Badannya sangat panas Oppa, hidungnya juga berdarah,”
jelas Na Eun dengan suara serak.
“Apa?” Yesung terkejut, dia dan Na Eun bergegas
menuju kamar Ee Seul.
Sementara Itu, yeoja yang sedang berbaring di atas
tempat tidurnya, sedang merasakan sesuatu yang tidak ia mengerti. Jantungnya
bergedup kencang, aliran darahnya tak teratur, tenggorokannya tercekat,
perutnya bergemulut, ia sulit bernapas, dadanya terasa sesak.
“Apa ini?” lirihnya sembari memukul dadanya pelan.
* * *
“Oh Dokter! Bagaimana keadaan Ee Seul?” cerocos Na
Eun begitu dokter keluar dari kamar Ee Seul.
“Ee Seul hanya mengalami demam biasa. Apa Anda Ibu
dari Ee Seul?” balas dokter kepada Na Eun.
“Tidak, Kenapa?” Na Eun terlihat bingung,
begitupun dengan Yesung.
Ee Seul terus menggumam, “Eomma.”
“Kemana
Ibunya?” dokter itu merasa sesuatu yang tidak baik sedang terjadi, dia
memperhatikan dengan saksama ekspresi Yesung dan Na Eun.
“Saya berharap dia dijaga Ibunya, dia seperti
sangat merindukan Ibunya,” ujar dokter sebelum pamit pergi, Na Eun mengantar
dokter itu sampai depan.
Sedangkan Yesung, berniat memastikan ucapan sang
dokter, ia masuk kamar anaknya. Hatinya mencelos.
“Eommaa…”
gumam Ee Seul dengan mata terpejam. Matanya memanas. Ia kembali ke kamarnya, ia
putuskan untuk memohon kepada Hyeo Min, meskipun ia yakin persentase ia
berhasil hanya 10%.
“Hyeo Min,” panggil Yesung.
Hyeo Min yang sedang menyisir rambutnya berhenti
sebentar, kemudian melanjutkan kegiatannya lagi.
“Ee Seul, dia terus memanggil Eomma dalam
tidurnya.” lanjut Yesung dan lagi lagi Hyeo Min merasakan sesuatu yang aneh.
“Aku mohon jenguklah dia, sebentar saja,” ucap
Yesung memelas. Hyeo Min terus bergeming.
“Hyeo Min aku mohon,” rintih Yesung.
“Aku sibuk,” balas yeoja itu datar.
Hyeo min hendak berjalan keluar kamar, Yesung
menahan tangannya, sekonyong-konyong yeoja itu menghentakkan tangan Yesung,
namun genggaman Yesung tak bergeser sedikitpun. Yesung turun dari kursi rodanya
dan otomatis terduduk di lantai.
“Ku mohon, sekali ini saja, aku benar-benar mohon,
Ee Seul sangat berarti bagiku, dia sangat penting bagiku, kumohon tolonglah,
lihat dia agak sebentar, aku mohon Hyeo Min.”
Darah Hyeo Min berdesir, punggung kakinya ditetesi
sesuatu yang tak lain adalah air mata Yesung.
“Jebal.. Jebal.. Jebal.. Jebal,,” isak Yesung.
Perasaan aneh lainnya melanda hati Hyeo Min,
seolah jantungnya sangat sakit mendengar suara lirih itu.
“Jebal.. Jebal.. Kumohon,” ulang Yesung.
Air matanya semakin mengalir deras. Setiap
tetesnya selalu melewati punggung kaki
Hyeo Min, karena namja itu sedang berlutut pada istrinya, dan setiap
tetesan itu menimbulkan rasa sakit yang tak dimengerti Hyeo Min.
“Aku mohon,” ulang Yesung lagi, sembari
menengadahkan kepala menatap Hyeo Min, kepala
yeoja itu mengangguk lemah tanpa dikehendakinya.
Yesung tersenyum lebar diiringi air mata
“Terima kasih,” tutur Yesung tulus.
Ia berusaha naik kembali ke atas kursi rodanya, namja
itu terlihat agak kesulitan.
Hyeo Min meliriknya dengan sudut mata. Setiap ia
akan mengangkat pantat, kursi roda itu bergeser ke belakang, tiga kali masih
seperti itu. Ke empat kali Yesung merasakan sentuhan pada kedua lengannya,
tangan lembut Hyeo Min menempal di sana, Yesung memandang yeoja itu tak
percaya.
Hyeo Min tak menghiraukan tatapan Yesung, ia
mengangkat tubuh namja itu, sesuatu yang aneh kembali merasuki hati Hyeo Min,
perasaan seperti sebuah kenyamanan.
Apa ini? tanya nya dalam hati.
“Terima kasih,”
tutur Yesung, bibirnya tersenyum memesona, senyuman yang berisi perasaan haru
dan senang, Hyeo Min tak menggubris, Yesung memimpin Hyeo Min menuju kamar Ee
Seul.
“Eomma,” rintih gadis kecil itu dalam tidurnya.
Na Eun sedang membelai kepalanya lembut. Hyeo Min
dan Yesung berjalan mendekati tempat tidur Ee Seul.
“Hyeo Min Eonni!” seru Na Eun terkejut. Di
memandangi Yesung penuh tanda tanya. Yesung mengedikkan bahu dan tersenyum.
Na Eun beranjak dari duduknya, membiarkan Hyeo Min
menduduki kursi kecil di samping tempat tidur Ee Seul, kursi yang merupakan
kursi belajar bocah kecil itu. Hyeo Min hanya memandangi buah hatinya. Dia tak
tau apa yang akan dilakukannya, perasaan yang ia rasakan ketika menyentuh
Yesung tadi kembali mengisi hatinya. Hampir 2 menit berlalu dalam posisi itu.
Ee Seul terbaring di atas tempat tidur, Hyeo Min memandanginya dengan Yesung
dan Na Eun memperhatikan.
Biasanya hampir setiap 5 detik Ee Seul bergumam
“Eomma”, sekarang sudah hampir 2 menit berlalu belum satupun gumaman “Eomma”
yang keluar dari mulut mungilnya. Apa dia bisa merasakan kehadiran Eommanya
disampingnya?
Perlahan mata sipit gadis kecil itu terbuka. Dia
menatap sekelilingnya, pertama yang dilihatnya adalah wajah cantik nan kaku
milik Eommanya, dia memejamkan dan membuka mata beberapa kali, benarkah ini
Eomma batinnya.
Tanga mungilnya menjangkau tangan Hyeo Min, Hyeo
Min terkejut, dia akan menepis tangan gadis itu, namun Na Eun menahannya.
“Jangan tepis tangannya,” pinta Na Eun.
Hyeo Min tak jadi menepis tangan mungil dan lembut
itu. Hyeo Min dapat merasakan panas tangan Ee Seul.
“Eomma,” panggil gadis kecil itu lemah.
Hyeo Min tak menjawab.
Na Eun menggantikannya untuk menjawab
”Ne, Ee Seul sayang, Eomma Ee Seul di sini.”
“Ini benar-benar Eomma? Eomma di sini untuk Ee
Seul? Eomma tidak membenci Ee Seul?” tanya gadis kecil itu, sekonyong-konyong
Hyeo Min menyentakkan tangannya, Yesung dan Na Eun menatap Hyeo Min sedih.
“Kenapa Eomma?” lirih gadis kecil itu, Hyeo Min
kembali dikuasai perasaan bencinya.
“Ya aku membencimu!” tegas Hyeo Min.
“Eonni!” bentak Na Eun.
“Kenapa Eomma?” air mata gadis kecil itu mulai
menggenangi matanya.
“Karena kau terlalu mirip Appamu! Aku membenci
Appamu! Karena dia orang yang paling kucintai mati!” tekan Hyeo Min.
“Eonni!” bentak Na Eun lagi.
Hati Yesung terasa begitu sakit mendengar
pernyataan isterinya, air matanya sekonyong-konyong menggenangi mata sipit
indahnya.
“Eonni!” bentak Na Eun sekali lagi.
“Kenapa? Kau juga! Bagaimana bisa kau bergaul
dengan orang yang telah menyebabkan Hwang Eun Oppa meninggal? Hwang Eun Oppa
kan Oppamu!” timpal Hyeo Min keras.
“Eonni, kau tak tau apa-apa! Oppa itu meninggal
bukan karena Yesung Oppa! Justru Yesung Oppa….” Ucapan Na Eun terputus, Yesung
mendahuluinya. ” Sudahlah Na Eun tak perlu berdebat lagi,” tenang Yesung.
“Tapi Oppa,” bantah Na Eun.
“Tak ada gunanya Na Eun,” balas Yesung lembut.
Hyeo Min keluar dari kamar Ee Seul.
“Appa, Eomma membenci Ee Seul,” isak Ee Seul. “Maaf
Chagi, karena Appa, Eomma membenci Ee
Seul,” sesal Yesung.
Na Eun mengusap-usap bahu Yesung, bermaksud menenangkan namja itu.
“Tidak Appa,” balas Ee Seul sembari mencoba
tersenyum kepada Appanya.
Seminggu sudah Ee Seul sakit, hari ini Yesung dan
Na Eun bisa tersenyum tenang, karena gadis kecil nan imut itu telah sembuh.
Seminggu sudah juga Yesung tak pernah bertemu Hyeo Min, semenjak Hyeo Min
dengan terang-terangan mengatakan dia membenci Yesung, Yesung selalu
menghindari bertemu Hyeo Min, bahkan dia tidur di kamar putrinya.
Sementara itu Hyeo Min merasakan perasaan aneh
yang lainnya ketika ia tidur tak melihat sosok suaminya, ketika bangunpun tak
ada Yesung disampingnya. Meskipun biasanya ia selalu memunggungi Yesung ketika
tidur, tetap saja ia bisa merasa kehilangan suaminya. Sayang, yeoja itu tak
mengerti perasaan apa yang dia rasakan. Andai saja ia bisa mengerti, tak akan ada
penyesalan yang dalam suatu saat nanti.
“Ahjumma, Ee Seul juga mau disuapkan. Masa Appa
saja. Appa kan sudah tua. Dia bisa sendiri, Ee Seul kan masih kecil” protes Ee
Seul pada Na Eun.
Yesung dan Na Eun tertawa.
“Ya, Appa Ee Seul itu sudah tua, lihat saja
kepalanya makin besar,” celetuk Na Eun, Ee Seul dan Na Eun tertawa. Yesung
menggembungkan pipinya.
“Ini kelebihan tau,” bangga Yesung.
Na Eun dan Ee Seul mencibir, kemudian mereka
bertiga tertawa. Seperti keluarga kecil yang saling mencintai sehingga hidup
mereka selalu dipenuhi tawa.
Seorang Yeoja sedang memperhatikan itu dari lantai
dua. Perasaan aneh yang tak dia mengerti lagi-lagi dirasakannya. Dengan langkah
berat ia menuruni tangga.
“Oh, Eomma!” panggil Ee Seul begitu melihat Eommanya
melewati meja makan. Yeoja itu berhenti namun tak menghadap Ee Seul.
“Besok ulang tahun Eomma, kita rayakan bersama
ya,” ucap Ee Seul. Hati Hyeo Min mencelos,
Dia ingat ulang tahunku, batinnya
“Aku sibuk,” balas Hyeo Min dingin.
“Tapi besok kan akhir pecan,” sanggah Ee Seul, Hyeo
Min tak menggubris lagi, dia bergegas keluar rumah.
“Appa. Eomma tak mau merayakan ulang tahunnya
bersama kita,” keluh Ee Seul.
“Ee Seul benar-benar ingin merayakan ulang tahun
Eomma?” tanya Yesung, Ee Seul menangguk.
Selesai serapan, Yesung menghubungi Jae Hee,
meminta tolong agar Jae Hee bisa membujuk Hyeo Min datang ke taman besok tanpa
harus memberitahu bahwa Yesung dan Ee Seul akan datang.
* * *
“Apa Ee Seul sudah cantik Ahjumma?” tanya Ee Seul
pada Na Eun.
Na Eun mengangguk. “Sangat cantik,” balas Na Eun
sembari mencium kening Ee Seul. Entah kenapa sedari tadi dia tak ingin sekali
melepas Ee Seul pergi ke taman, entah sudah berapa kali dia menciumi dan
memeluk Ee Seul dan tak tau apa alasannya, hanya saja itu yang hatinya ingin
lakukan.
“Ayo Ee Seul!” seru Yesung, Ee Seul berlari menuju
mobil.
“Tunggu!” cegah Na Eun.
“Ada apa Na Eun?” tanya Yesung.
Dia sekonyong-konyong terkejut, yeoja itu
memeluknya sangat erat.
“Kau kenapa Na Eun? Aneh sekali,” ucap Yesung
terkikik geli.
Namun entah kenapa dia juga sangat ingin memeluk yeoja
yang sudah ia anggap seperti yeodongsaengnya itu.
Entah sudah berapa lama, Na Eun tak kunjung
melepas pelukannya pada Yesung, hingga Ee Seul ikut dalam acara pelukan mereka.
“Ayo Tuan, Nona!” seru Ahjussi memecah suasana
yang tak bisa digambarkan. Na Eun melepas pelukannya, sekali lagi diciumnya Ee
Seul.
“Ee Seul sayang Ahjumma, sangat, sangat!” ujar
gadis itu.
Air mata Na Eun berlinang tanpa ia tahu sebabnya.
Yesung mengacak rambut Na Eun sebelum masuk mobil.
***
Yesung dan Ee Seul sampai di taman. Setelah sekian
lama menanti Hyeo Min, Hyeo Min tak kunjung datang. Ee Seul melihat tukang
balon-balon di taman seberang. Dia ingin membeli balon-balon itu untuk
Eommanya.
“Appa di sini saja, Ee Seul bisa sendiri,” ujar Ee
Seul.
Yesung menurut, begitu mendapat balon-balon itu,
Ee Seul melambaikannya pada Appanya dari taman seberang. Tiba-tiba Ee Seul
menangkap sosok Ibunya, dia sedang menyeberang menuju taman tempat Yesung,
namun posisinya di tengah jalan, dan dibelakangnya ada truk.
“Eomma…!!!/Hyeo Min….!” teriak Ee Seul dan Yesung
serempak, keduanya sekonyong-konyong bergegas mencapai sisi Hyeo Min dan
kemudian melemparnya ke samping, Yesung dan Ee Seul tak punya waktu lagi, truk
itu terlalu dekat.
“Tidaaaaaaaaaaakkkk…!!!” teriak Hyeo Min,
jantungya seolah berhenti berdetak, nadinya melemah, napasnya sesak.
Namun apalah daya truk itu terlanjur menghantam
kuat Yesung dan Ee Seul dan sekonyong-konyong lari, Yesung tercampak dari kursi
rodanya, kepalanya membentur keras pada aspal, Ee Seul terlambung dan terguling
tepat di samping Yesung, Hyeo Min berlari dan berlutut diantara Yesung dan Ee
Seul, air matanya bercucuran.
“Eomma/ Hyeo min,” gumam Ee Seul dan Yesung
serentak.
“Kenapa kalian melakukan itu?”
“Kar-na-ka-mi-sa-yang-Eom-ma,” jawab Ee Seul
tercekat.
“Ee Seul, Eomma minta maaf, benar-benar minta
maaf, Eomma menyesal sayang, Eomma menyesal Nak, Eomma tak membenci Ee Seul,
Eomma sayang Ee Seul.” Gadis kecil itu terbatuk, darah menyembur dari mulutnya
dan mengenai wajah Hyeo Min.
“Yesung, maafkan aku, maaf. Maaf. Aku sadar aku
tak membencimu. Aku mulai mencintaimu Yesung, aku mencintaimu, aku tak
membencimu, kumohon bertahanlah, kumohon Yesung bertahanlah, Eomma mohon Ee Seul bertahanlah,” isak Hyeo
Min lagi.
“Tolong! Tolong! Tolong!” teriaknya parau.
Yesung dan Ee Seul menggenggam tangan Hyeo Min.
“Ka-mi-tak-punya-banyak-waktu, ja-ga-di-ri-mu,”
kata Yesung.
Dia juga terbatuk darah.
“Aku tak bisa hidup tanpa kalian, Yesung kumohon,
bertahanlah sayang, Ee Seul, Eomma mohon, bertahanlah Anakku!”
Yesung tersenyum pada Hyeo Min, ia menarik napas
berat dan menghembuskan perlahan.
“TIDAK! Yesung!” teriak Hyeo Min.
Dia melirik Ee Seul, gadis itu melakukan hal yang
sama dengan Appanya.
“Tidak! Tidak! TIDAK! Ee Seul jangan pergi!”
teriak Hyeo Min lagi, ia terjatuh di samping suami dan putrinya.
* * *
Ternyata inilah arti perasaanku tadi, batin Na Eun
sembari menciumi kening Ee Seul dan Yesung, kedua wajah itu terlihat sangat
damai, seolah mereka pergi dalam senyuman.
Hyeo Min berjalan menuju peti persemayaman Yesung
dan Ee Seul, dia mengecup kening Ee Seul lama.
“Maafkan Eomma chagi,” bisiknya di telinga Ee
Seul.
Hyeo Min memandang wajah Yesung sedikit lama, lalu
ditariknya namja yang terkujur kaku itu ke pelukannya.
“Maaf sayang, aku mencintaimu,” bisiknya di
telinga Yesung sebelum mengecup kening Namja itu.
* * *
Epilog (Hyeo Min POV)
Aku terduduk lemah di atas tepat tidur putriku.
Aku menyentuh dan menjalankan tanganku di sepanjang kasur yang ku ingat
ditiduri Ee Seul ketika dia sakit, jantungku sekarat, nadiku melemah, napasku
sangat sesak, rasa dingin menembus hatiku, tenggorokanku sangat tercekat. Air
mataku tak berhenti mengalir. Inilah yang disebut terlambat menyesal, tak ada
gunanya aku menyesal, tak ada yang bisa diperbaiki.
“Ee Seul, kenapa Ee Seul pergi begitu cepat?
Kenapa Ee Seul pergi sebelum Eomma sempat membahagiakan Ee Seul? Kenapa Ee Seul
meninggalkan Eomma? Tidakkah Ee Seul menyayangi Eomma? Eomma minta maaf sayang,
selama ini Eomma hanya menyakiti hati Ee Seul, Eomma selalu jahat pada Ee Seul,
maafkan Eomma sayang…”
Aku memeluk erat foto putriku, berharap bisa
mengurangi rasa sakit di hatiku dan melepaskan sesak di dadaku.
“Eonni! Ini sudah terlalu larut, sebaiknya Eonni
kembali ke kamar dan tidur.” Kepala Na Eun muncul di balik pintu.
Aku menurut, aku kembali ke kamar, tak lupa ku
bawa foto putriku bersamaku.
Entah aku gila atau entah bagaimana, aku melihat
Yesung sedang kesulitan pindah dari kursi rodanya ke tempat tidur.
“Yesung! Biar aku bantu!” seruku sembari
mendekatinya, dia tersenyum padaku, namun saat aku mencapai sisi tempat tidur
dia tak ada. Air mataku kembali turun, aku berbaring sembari meratap di kasur
yang biasa ditiduri Yesung. Bau wangi shamponya menguak di bantalnya merasuki
hidungku dan bertahan di hatiku.
Aku selalu mengira aku membencinya tanpa
menghiraukan hatiku yang sesungguhnya, perasaan yang nyaman ketika dia tidur
disampingku meskipun aku selalu memunggunginya, perasaan yang sakit ketika melihat
butir-butir air mata menuruni pipinya karena tingkahku, perasaan kosong ketika
kulihat dia tak tidur di sampingku.
“Eonni!” panggil Na Eun, tangannya menyentuh
bahuku.
“Ini,” ujarnya sembari menyerahkan segulung
kertas, 2 kotak kado dan balon-balon yang terus digenggam Ee Seul sampai dia
menghembuskan napas terakhir. Aku duduk dan menerimanya. Na Eun beranjak keluar
kamar.
“Na Eun,” panggilku tiba-tiba.
“Ya?” sahut Na Eun sembari berbalik menghadapku.
“Apa yang selalu ingin kau beritahu kepadaku?”
tanyaku lemah.
Na Eun duduk di sampingku.
“Yang sudah berlalu biarkan saja berlalu Eonni,”
ucapnya.
Aku menggeleng
“Beritahu aku Na Eun!” pintaku
Na Eun menghelas napas dalam dan kemudian mulia
bercerita.
“Kau selalu menganggap Yesung Oppa lah yang
menyebabkan kematian Hwang Eun Oppa. Itu tak benar Eonni, memang benar kau dan
Hwang Eun Oppa kecelakaan karena seseorang yang menyeberang dengan tiba-tiba
dan kau mengira itu Yesung Oppa, padahal bukan. Ketika kau dan Hwang Eun Oppa
lari dari pernikahanmu dengan Yesung Oppa, memang benar Yesung Oppa mengejar
kalian, namun bukan dia yang menyeberang sehingga menyebabkan Hwang Eun Oppa
hilang kendali hingga menabrak tiang baliho. Orang itu langsung kabur begitu
kalian menabrak tiang itu, nah disaat kalian pingsan Yesung Oppa datang dan
membawamu keluar mobil, begitu kau sudah berada di tepian jalan, dia kembali
untuk menyelamatkan Hwang Eun Oppa. Meskipun dia tau Hwang Eun Oppa membawa
kabur calon istrinya tapi dia tetap mau menyelamatkan Hwang Eun Oppa. Padahal
saat itu dia juga belum tau Hwang Eun Oppa adalah Oppaku. Tapi sayang belum
sempat dia mencapai mobil Hwang Eun Oppa, dia keburu ditabrak truk, karena
kepanikannya ia tak melihat mobil sebelum menyeberang, kakinya terbentuk keras
ke sanding trotoar, karena itulah dia lumpuh. Orang beranggapan Yesung Oppa
yang menyebabkan kecelakaan kalian, padahal dia sama sekali tak bersalah,
dialah korban sesungguhnya dalam peristiwa itu. Dia kecelakaan karena menolong
kalian, namun dialah yang disalahkan, karena itulah aku sangat marah ketika
mendengarmu menyebut Yesung Oppa sebagai penyebab kematian Hwang Eun Oppa.”
Kali ini aku tak melebih-lebihkan, bukan berarti
dari tadi semua berlebihan, tapi sungguh jantungku berhenti berdetak, nadiku
benar-benar melemah, napasku sesak, dadaku tercekat, pandanganku menggelap, aku
memukul-mukul dadaku pelan sembari meratap. Sakit, menyesal, entahlah aku tak
mengerti perasaan apa saja itu. Na Eun Memelukku.
Yesung, orang yang seharusnya kusayangi, kujaga
dan kurawat dengan baik malah kusia-siakan, kuabaikan, kubiarkan menderita. Dia
lumpuh karena aku, tapi tak sedikitpun usaha yang kuberikan untuk menolongnya,
aku hanya membuang muka ketika melihatnya ngesot dari lantai satu hingga kamar,
aku hanya berpura-pura tak tau ketika melihatnya jatuh berkali-kali saat
mencoba naik ke tempat tidur, aku hanya bergeming melihatnya tergelincir saat
mencoba naik ke atas kursi roda, aku mengabaikannya, mengacuhkannya,
menghiraukannya sesuka hati.
Ya Tuhan aku sungguh sangat menyesal.
“Sudahlah Eonni, jangan menyesalinya lagi, Oppa
sudah tenang di alam sana,” hibur Na Eun.
“Dia pasti sangat membenciku Na Eun,” isakku.
“Tidak, dia tak pernah membencimu. Justru dia
sangat mencintaimu. Aku selalu menyuruhnya bercerai denganmu tapi dia tak mau,
dia berkata dia sangat mencintaimu.” Ucapan Na Eun yang ini tambah memperdalam
rasa penyesalanku.
Dia begitu tulus mencintaiku dari dulu hingga
akhir hidupnya, namun apa balasanku? Aku selalu melukainya, menyakiti hatinya.
Bagaimana mungkin ada orang sebaik dia? Ya Tuhan kenapa aku menyia-nyiakannya?!
Rasa sakit di hatiku bertambah dalam saat membaca
surat dari putriku. Surat yang berisi gambarnya, aku dan Yesung saling
bergandengan tangan dan tersenyum. Tulisannya hanya satu kata.
“Ee Seul sayang Eomma dan Appa…”
Namun mampu membuatku hampir gila karena
penyesalan.
Satu tahun kemudian
“Eonni! Selamat ulang tahun!” sorak Na Eun. Ini
tepat satu tahun setelah kematian Yesung dan Ee Seul.
“Aku benci mendengar itu,” balasku, aku sudah
memutuskan untuk tak akan merayakan ulang tahunku lagi, karena ulang tahunku
suami dan putriku meninggal, air matiku kembali turun. Na Eun memelukku sembari
menepuk pelan punggungku.
**************************************************************
END
Bagaimana? RCL please… :(